Makanan yang kaya akan asam lemak omega-3, seperti kacang-kacangan serta minyak ikan misalnya ikan salmon, ikan tuna, trout, dan makarel, juga dinilai bermanfaat untuk mengurangi depresi. Penelitian Dr. Andrew Stoll pada tahun 1999 menunjukkan bahwa pasien depresi yang mengonsumsi asam lemak omega-3-secara teratur akan memiliki tingkat depresi yang lebih rendah.
Dalam penelitian yang dipublikasi pada November 20022 dilaporkan bahwa pasien depresi yang tidak mempan obat, bisa sangat berkurang gejalanya setelah mendapat asupan omega-3. Joseph Hibbeln, seorang peneliti medis senior, menemukan bahwa penduduk Finlandia yang mengonsumsi ikan laut minimal dua kali seminggu mengalami penurunan risiko depresi sebesar 50 persen.
Makan nasi juga dapat mengurangi depresi. Karbohidrat memicu lepasnya hormon insulin ke aliran darah. Hormon itu membersihkan darah dari asam amino, kecuali triptofan yang merupakan cikal bakal serotonin.
Serotonin merupakan neurotransmitter yang mampu mengurangi rasa nyeri, mengendalikan selera makan, dan memberikan rasa tenang. Serotonin banyak terdapat pada cokelat, sehingga bagi penderita depresi, cokelat merupakan pilihan yang baik.
Seiring dengan meningkatnya tuntutan hidup, khususnya bagi mereka yang tinggal di kota besar, angka depresi setiap tahun cenderung meningkat. Tentunya kita masih ingat kejadian memilukan di Kota Malang, ketika seorang ibu tega membunuh anak-anaknya yang masih kecil dengan racun dan akhirnya bunuh diri akibat depresi karena himpitan ekonomi.
Faktor risiko yang dapat mendorong seseorang melakukan bunuh diri adalah gangguan jiwa, kondisi ekonomi, pendidikan, kesehatan yang buruk, peristiwa-peristiwa yang menyebabkan stres, dan depresi.
Depresi sebagai faktor risiko bunuh diri pun harus diwaspadai. Berbagai tekanan dalam kehidupan ini, dapat menjadi pemicu depresi. Dr. Suryo Dharmono, Sp.KJ, dari Departemen Psikiatri FKUI, pernah memaparkan bahwa depresi sering dipakai secara luas untuk menggambarkan suasana serba susah, penderitaan berkepanjangan, krisis kehidupan, keterpurukan sosial, dan berbagai situasi bernuansa muram lainnya.
Gangguan Tidur
Istilah depresi dalam ilmu kesehatan jiwa digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi gangguan jiwa yang secara klinis tampil dalam bentuk suasana perasaan murung, kehilangan gairah hidup, lesu, pesimis atau putus asa, serta kehilangan rasa percaya diri, disertai berbagai keluhan fisik atau somatis, seperti berat badan turun, disfungsi seksual, dan gangguan tidur.
Depresi dapat menyebabkan gangguan tidur karena terganggunya efektivitas kerja melatonin, yaitu substansi kimiawi yang dihasilkan oleh kelenjar otak yang mengatur jam tidur seseorang. Melatonin juga bermanfaat sebagai antioksidan yang akan menangkal serangan radikal bebas. Stres menyebabkan antioksidan melatonin tidak dapat bekerja dengan baik. Tidak mengherankan, proses penuaan dini lebih cepat mendera orang depresi.
Depresi adalah gangguan jiwa yang paling lazim dijumpai di masyarakat. Prevalensinya cukup tinggi, berkisar 5-10 persen, kejadian pada perempuan dua kali lebih banyak daripada pria. Kelompok remaja dan usia lanjut lebih rentan menderita depresi.
Survei Badan Kesehatan Dunia (WHO) di 14 negara (1990) memperlihatkan bahwa depresi merupakan masalah kesehatan yang mengakibatkan beban sosial nomor empat terbesar di dunia. Prediksi WHO tentang penderita depresi penduduk dunia dalam dua dekade mendatang lebih dari 300 juta orang. Pada tahun 2020 depresi akan menempati masalah kesehatan nomor dua terbesar di dunia setelah penyakit kardiovaskular.
Berdasarkan fakta tersebut, depresi harus mendapatkan perhatian serius. Kita harus bisa membedakan orang yang mengalami depresi ringan dan berat. Dr. Irmansyah, Sp.KJ, dari Departemen Psikiatri FKUI menyatakan bahwa orang dengan depresi ringan masih tetap bisa bekerja.
Namun, jika orang tersebut menderita depresi berat, biasanya ia lebih senang mengurung diri, tidak bisa bekerja atau sekolah, tidak bisa makan, tidak melakukan aktivitas apa-apa, bahkan timbul gejala psikotik seperti suara-suara yang menjelekkan dirinya.
Bunuh diri dan depresi bahkan dapat dialami oleh anak-anak SD. Tuntutan sekolah yang demikian tinggi dan keluarga yang berantakan, seringkali menjadi pemicunya. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 39.000 orang, ditemukan bahwa kemurungan, kelesuan yang melumpuhkan, rasa ditolak, keputusasaan, dan keinginan bunuh diri, belakangan ini dialami masyarakat pada rentang usia yang semakin muda.
Makanan Antidepresi
Apa hubungan depresi dengan makanan? Orang yang dalam keadaan depresi cenderung mempunyai kadar adrenalin lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Adrenalin akan memberikan tambahan energi untuk mengatasi persoalan yang dihadapi. Meningkatnya kadar adrenalin akan memakai zat gizi yang disimpan di dalam tubuh kita.
Tingginya tingkat depresi akan menghabiskan persediaan zat gizi dan meninggalkan sedikit sisa untuk keperluan tenaga seharihari. Itulah sebabnya orang yang depresi mudah sekali mengalami kelelahan. Peran makanan untuk membantu seseorang mencegah dan mengatasi depresi sangat penting. Banyak orang ketika mengalami frustrasi, selera makannya meningkat.
Hal itu berdampak cukup baik karena kebutuhan energi dan gizi orang yang mengalami depresi jauh lebih tinggi. Selain itu, beberapa jenis makanan dikenal dapat memengaruhi fungsi otak, yang disebut neurotransmitter. Itulah sebabnya beberapa jenis makanan dapat menyebabkan perasaan menjadi lebih tenang dan mengurangi depresi.
Lalu, makanan seperti apa yang baik bagi penderita stres? Kita tidak perlu membayangkan makanan tersebut harus dibeli di hotel berbintang lima atau restoran mahal karena sesungguhnya makanan tersebut sangat akrab dengan keseharian kita.
Vitamin dan Mineral
Makanan yang baik untuk penderita depresi adalah yang kaya akan vitamin dan mineral. Makanan yang direkomendasikan untuk penderita depresi antara lain buah-buahan, sayuran hijau, susu, kacang-kacangan, dan ikan.
Buah-buahan dan sayur-sayuran sangat penting bagi penderita karena kaya akan vitamin C. Sebuah penelitiara di Amerika pada sejumlah narapidana menunjukkan bahwa tekanan emosional mereka berkurang setelah diberi asupan vitamin C secara teratur. Vitamin C juga dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang berkurang akibat depresi.
Ketika depresi sebaiknya kurangi kebiasaan merokok. Konsumsi 1,5 bungkus rokok akan mengurangi asupan vitamin C tubuh hingga 30 persen. Padahal, dalam kondisi depresi, kehadiran vitamin C sangat dibutuhkan untuk meringankan hal tersebut. Sayuran seperti bit, bayam, bok choy, kubis, brokoli, kacang-kacangan (misalnya kacang kedelai), dan lentil, juga dapat membantu meringankan depresi.
Kandungan asam folat di dalam sayuran tersebut mampu menurunkan kadar homosistein yang dihubungkan dengan kejadian depresi. Zat gizi seperti niasin dan selenium juga dapat membantu mengatasi depresi. Niasin merupakan salah satu vitamin B kompleks yang dapat memperbaiki fungsi sel saraf, sehingga mengurangi rasa cemas atau panik. Sumber niasin adalah beras merah, ayam, tuna, daging kambing, gandum, dan buah delima.
Kekurangan selenium membuat seseorang mudah cemas, uring-uringan dan depresif. Untuk mengatasi hal tersebut, mereka cukup mengonsumsi kacang-kacangan, tuna, gandum, atau beras. Mineral lain yang berfungsi penting mengatasi gangguan kecemasan dan depresi adalah magnesium. Mekanismenya melalui pengurangan ketegangan otot. Magnesium bisa didapat dari bayam, cokelat, biji labu, biji bunga matahari, kerang, dan alpukat.
Alkohol Sebabkan Halusinasi
Tidak sedikit orang memilih mabuk dengan mengonsumsi alkohol untuk melupakan semua masalah yang dialami. Alkohol memang dapat mengurangi kegelisahan. Alkohol dapat bekerja sebagai obat penenang atau depresan. Namun, efek kronis alkohol dapat menyebabkan depresi tingkat berat.
Alkohol diserap langsung oleh usus halus dan dapat mencapai sel otak, akibatnya komunikasi dalam sel otak menjadi buruk dan kita jadi sulit konsentrasi. Ketergantungan terhadap alkohol dalam jangka panjang dapat mengubah fungsi jiwa, sehingga orang mudah mengalami halusinasi. Alkohol juga tidak baik bagi kesehatan. Alkohol dapat memperlambat produksi enzim yang diperlukan untuk mencerna makanan, terutama lemak.
Alkohol juga menghabiskan persediaan vitamin C, asam folat, vitamin B kompleks lainnya, zat seng, dan vitamin A dalam tubuh. Alkohol memperberat kerja hati untuk bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Satu gelas minuman beralkohol sesekali memang dapat digunakan untuk menenangkan perasaan dan meningkatkan selera makan. Hal itu tidaklah berbahaya. Namun, kebiasaan minum alkohol dalam jumlah banyak, tentu dapat membahayakan kemampuan tubuh untuk mengurangi stres.
Cara Makan Ciptakan Suasana Jiwa
Cara makan juga memengaruhi efektivitas makanan untuk mengurangi depresi. Konsumsi makanan secara perlahan-lahan untuk menciptakan suasana rileks psikologis, yang pada akhirnya akan berdampak positif bagi saluran pencernaan. Nikmati makanan yang tersaji dengan sebaik-baiknya.
Cara makan yang terburu-buru akan menyebabkan makanan tidak tercerna secara mekanis dengan baik. Pencernaan mekanis yang kurang sempurna di mulut akan menyebabkan lambung harus bekerja keras mencerna makanan yang masih kasar tetapi sudah tertelan melalui kerongkongan.
Makan sebaiknya jangan berlebihan. Sistem pencernaan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal bila kita makan terlalu banyak. Dalam kondisi depresi, bisa saja seseorang mengalami peningkatan selera makan yang besar. Makanlah sesuai porsi yang biasa dimakan. Jangan memberi target harus makan seberapa banyak atau seberapa sedikit karena hal tersebut akan membuat kita lebih tertekan.
Orang yang menderita obesitas cenderung mengalami depresi lebih besar. Lingkungan di sekitarnya yang masih memandang "langsing itu indah" dan "langsing itu sehat" akan menempatkan orang gemuk dalam posisi sulit.
Ketika mereka berdiet, depresi akan semakin meningkat karena orang gemuk biasanya makan akibat rangsangan eksternal, seperti adanya aroma makanan atau melihat makanan yang merangsang selera. Sementara selera makan orang normal, lebih diakibatkan oleh faktor internal, yaitu munculnya rasa lapar yang mendorong dirinya untuk makan.
Berkurangnya asupan makanan bagi mereka.yang berdiet, dapat menjadi sumber depresi. Hal ini ditambah dengan adanya ketakutan, kalau diet yang sedang dijalankan tidak berhasil menurunkan berat badan.
Batasi Kafein dan Minuman Ringan
Orang yang sedang dirundung masalah sebaiknya menghindari makanan yang mengandung kafein. Kafein ditemukan dalam kopi, teh, minuman kola, cokelat, dan beberapa obat. Kafein berlebih berdampak negatif terhadap stres, bahkan dapat membuat stres semakin buruk.
Kafein adalah zat perangsang yang meningkatkan pengeluaran asam lambung dan hormon tiroid yang dapat menimbulkan kegelisahan. Kafein juga menyebabkan ginjal bekerja lebih keras untuk bertindak sebagai diuretik (menyebabkan sering buang air kecil).
Zat perangsang ini dapat menghalangi penyerapan zat besi jika dikonsumsi bersama dengan makanan atau satu jam setelah makan. Orang sering mengonsumsi kafein untuk menambah tenaga secara cepat. Ini adalah pandangah yang keliru karena sebenarnya kafein meletihkan kelenjar adrenalin dan akhirnya akan membawa efek yang melelahkan.
Hindari juga minuman ringan. Minuman ringan mengandung fosfor yang juga dapat menetralkan asam hidroklorida di dalam lambung. Akibatnya, pencernaan dapat terganggu yang akhirnya memperparah tingkat depresi.
Hindari pula makanan yang mengandung bahan pengawet dan bahan ber-MSG (peningkat cita rasa) tinggi. Konsumsi makanan yang mengandung MSG dan natrium tinggi dapat memicu hipertensi dan membuat orang sulit untuk berpikir jernih.
Dalam kondisi depresi, gangguan lambung seringkali terjadi. Hal ini mengindikasikan bahwa saluran pencernaan memang perlu lebih diperhatikan ketika kita sedang mengalami gangguan emosional. Karena itu, makanan-makanan yang berpotensi mendatangkan iritasi lambung sebaiknya dikurangi seperti makanan berlemak tinggi, makanan pedas, makanan asam (acar dan buah muda), serta daging setengah matang.
Konsumsi makanan yang manis-manis (bergula) tinggi sebaiknya dihindari. Konsumsi makanan manis akan menghabiskan vitamin B kompleks dalam tubuh karena konversi gula menjadi energi membutuhkan kehadiran vitamin B. Orang-orang yang menderita defisiensi vitamin B1 akan mengalami gangguan sistem saraf dan memunculkan gejala-gejala kelelahan dan mudah terusik.
Sumber: Senior
Tidak ada komentar:
Posting Komentar